Nirbaya
Karena cara berpikirnya yang kritis, pada waktu pemerintahan rezim Soekarno, ia dijebloskan ke dalam penjara hampir sembilan tahun lamanya dan baru dibebaskan pada tahun 1966. Pemikirannya selama di penjara,ia tuangkan dalam buku Catatan Subversif (1980). Kondisinya yang sedang dalam dipenjara tidak membuatnya berhenti berkarya. “Nirbaya”, sudah kenalkah kamu dengan karya Mochtar Lobis yang satu ini?
Mochtar Lubis dimasukkan ke kamp tahanan Nirbaya atas tuduhan terlibat kasus Malari 1974. Dengan demikian Kamp Nirbaya pun menjadi pertemuan lintas generasi dan lintas aliran politik dan ideologi. Karena itu catatan harian Mochtar Lubis di dalam penjara Orde Baru menjadi semakin penting untuk dibaca. Ia memberikan data-data baru bagaimana sebenarnya situasi politik di bawah Orde Baru.
Nirbaya kini sudah tak ada. Lokasi Nirbaya ini dulunya terletak di samping Taman Mini Indonesia Indah. Karena itu buku ini di samping menjadi salah satu saksi kekejaman Orde Baru adalah juga salah satu “Monumen” kekejaman Orde Baru. Mochtar Lubis pun mengakui betapa Orde Baru berlaku semena-mena terhadap tahanan melebihi rejim Soekarno terutama terhadap tahanan Gestapu/PKI seperti penahanan tanpa pengadilan, penyiksaan dalam berbagai bentuk dan pemberian jatah makanan yang sedikit dan tak bergizi. Mochtar Lubis selama ditahan diinterogasi masalah Malari. Di Nirbaya, tahanan yang tetanggaan sama TMII yang sedang giat-giatnya dibangun itu, Mochtar bertemu dengan tapol-tapol Gestapu. Para mantan menteri dan tentara, mayoritas dari AURI.
Dalam buku ini diceritakan bagaimana kehidupan seorang Mochtar Lobis ketika dia di kamp Nirbaya ini. Dari bagaimana menu makan pagi hingga malam, bagaimana dia berolahraga, melukis dan menulis di dalam tahanan. Awalnya Mochtar rajin menulis menu harian. Akhirnya karena menunya seputar tempe saja, dan sesekali ditambah sedikit telur dadar, Mochtarpun berhenti menuliskannya. Di paviliumnya Mochtar adalah seorang yang produktif. Membaca, menulis, melukis, dan bercocok tanam.
Yang paling mengesankan dari Mohtar adalah surat-surat yang dibuatnya untuk anaknya yang selalu manis. Saat itu usia Mochtar Lubis 53 tahun. Mochtar bercerita tentang bagaiman anaknya harus bisa menjaga keuangan keluarga mereka selama tidak ada sesosok ‘ayah’ dikehidupannya. Tentang bagaimana mereka harus bisa menjaga sikap agar tidak membuat ibunya sedih dan kesusahan. Tentang mereka yang selalu harus jadi anak yang kuat dan siap sedia kapanpun agar dapat menjaga ibunya yang terkasih. Dan juga bagaimana mereka harus meneruskan pendidikan mereka. Jadi meskipun berada di tempat yang berbeda, Mochtar ingin tetap menjadi kepala keluarga yang bisa menaungi keluarganya.
Tak kalah juga dengan surat spesialnya untuk sang istri yang tercinta. Surat yang selalu diawali dengan panggilan Hally kekasihku atau Hally sayang. Dalam suratnya Mochtar menceritakan tentang kerinduannya, dan keinginannya untuk berada disisinya. Tentang dia yang rindu momen spesial mereka berdua. Terlalu berat untuk meninggalkan keluarga bagi seorang Mochtar, mendefinisikan dia adalah seorang yang penyayang.
Jadi bagaimana Art Holic, tertarik membaca buku ini? Tidak hanya mempelajari sejarah saat itu, tapi juga tentang bagaimana kamu menjadi seorang ayah, seorang jurnalis, dan seorang tahanan. Sungguh mengesankan bukan?
0 Komentar